Jumat, 19 Desember 2014

Hyperemesis. Saat Masa-masa Tersulit Trimester Pertama Kehamilan

Menjalani masa kehamilan di awal-awal minggu mungkin bagi sebagian perempuan biasa saja. Gagah, tetap bisa bekerja seperti biasa, tetap bisa kemana-mana dengan berpakaian rapi dan cantik. Namun, bagi sebagiannya lagi, awal kehamilan adalah saatnya istirahat total di tempat tidur, dengan berbagai keluhan. Termasuk aku.

Bahagia itu tidak bisa diungkapkan ketika pertama kali tahu aku hamil. Setelah kejadian beberapa bulan lalu yang buat aku dan suami harus kehilangan calon buah hati kami. Saat itu aku mengalami Blighted Ovum, atau bahasa awamnya tidak berkembangnya janin dalam kandungan. Dan ketika itu usia kehamilan sudah menginjak minggu ke tujuh, dan akhirnya pada minggu ke sepuluh aku harus dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan hebat yang berujung perpisahan kami dengan calon anak kami. Tertekan bukan main, sedih tidak tahu bilang. Bahkan ketika mertua marah dengan sikapku pun aku tidak peduli. 

Kejadian itu akhirnya perlahan dapat aku terima. Awalnya aku dan suami ingin menunda kehamilan sampai tahun depan. Alasan terkuatnya adalah, kami masih trauma. Masih tergambar ketakutan di raut wajah suamiku. Namun, manusia boleh berencana, tapi semua Allah yang menentukan. Aku hamil lagi. Bagaimana pun juga, kami sangat bahagia. Tapi aku masih takut akan terjadi hal yang sama lagi. Dan betapa bahagianya aku ketika akhirnya aku melihat mahkluk kecil itu ada di layar monitor USG, dengan detak jantungnya! Ingin menangis saat dokter bilang "tuh, udah ada dedeknya".

Setelah itu, hari-hari yang aku jalani tidaklah semudah yang lain. Aku mengalami Hyperemesis, muntah yang berlebihan. Makanan dan minuman tidak ada yang masuk sama sekali. Setiap masuk makan atau minum sesendok, tidak sampai lima menit pasti keluar lagi. Aku sampai lemas, kaki gemetaran, rasanya badan ini tidak ada tulangnya. Jangakan makan, mencium baunya saja bisa langsung buat aku mual dan muntah. Semua kebingungan harus kasih makan apa untukku. Semua dibeli, semua disediakan. 

Akhirnya aku drop. Berat badan turun drastis. Kulit tangan dan perut mulai mengelupas dan sudah bisa ditarik seperti keriput. Aku dilarikan lagi ke IGD rumah sakit terdekat. Tanpa menunggu lama, mereka langsung memasangkan oksigen dan infus untukku. Tidak ada tawaran lagi, opname. 

Aku dicek darah dan urin. Dan benar, banyak yang tidak seharusnya. Keton dalam urin positif +3, seminggu sebelumnya +1, yang seharusnya negatif. Protein dalam urin juga positif. Leukosit darah juga tinggi. Mau apa lagi. Aku harus menerima suntikan obat berkali kali selama dirawat.

Dua hari dua malam kondisiku membaik. Hasil darah dan urin yang sempat membuatku drop, akhirnya normal lagi. Ketika di USG lagi, bayiku yang awalnya terlihat sangat kecil karna kurang mendapat asupan serta kurangnya air ketuban, terlihat menari nari. Dia besar, dia bergerak. Kedua tangan dan kakinya sudah nampak. Dan aku pulang. Aaahh, rasanya sangat bahagia. Bisa peluk bantal dan guling di kamar sendiri.

Tapi ternyata hal itu tidak berlangsung lama. Belum seminggu keluar dari rumah sakir, aku drop lagi. Makan minum tidak masuk, malah muntah yang tidak berhenti. Tengah malam, ya tengah malam akhirnya suamiku melarikanku lagi ke IGD. Raut wajahnya sangat kusut. Dia capek, baru pulang jaga, dia juga kebingungan dengan keadaanku. 

Aku, diinfus lagi. Tapi tidak opname. Suamiku memutuskan untuk merawatku sendiri di rumah. Kami pulang dengan botol infus diikat suamiku gelantungan di mobil. Besoknya ia ijin tidak masuk. Ia menjagaku. Alhamdulillah aku cuma sehari infus itu bergelayut di tanganku. Siangnya suamiku melepasnya. 

Saat ini, aku masih mencari cara bagaimana untuk menahan mual yang aku rasa. berbagai macam obat mual sudah diresepkan, yang bahkan kata mereka sudah cukup paten. 

Dua minggu lagi aku pulang ke Aceh. Mungkin memang aku mengalami stress secara tidak sadar. Mungkin tekanan psikologis selama di sini. Aku harus pulang duluan dari suamiku yang masih harus berada di sini sampai bulan lima nanti. Semua demi anak kami. 

Kelak kau besar nanti, ini akan jadi cerita dari kami untukmu, nak. Bertahanlah..

Minggu, 19 Oktober 2014

Menghitung mundur pulang ke Aceh :D

7 bulan lagi menjelang kembali ke tanah kelahiran. Menghitung mundur dimulai. :D

Sumpah, enggak sabar lagi buat pulang balik ke Aceh setelah sejak 7 bulan yang lalu ngekor suami ke sini, ke Kota Sriwijaya. Sampai-sampai kalau lagi nyetir suka kecium sendiri aroma udara Aceh. huhuuu.. 

Beberapa bulan lalu terasanya kok ya bulan di kaledernya enggak habis-habis. Tapi ini udah akhir Oktober aja, udah mau November, terus Desember, trus tahun baru deh. Hehe. Udah planning sekitar bulan 2 nanti mulai ngepak barang terus langsung cargoin ke Aceh. Udah planning juga buat program hamil lagi, supaya pas pulang ke Aceh nanti usia kandungannya masih bisa diijinin buat naik pesawat. Melahirkannya bisa di Aceh, ada mamak sama papa. Aamiin :). 

Sudah enggak sabar buat bisa liat pantai, laut, gunung, dan sawah. Aaaaaaaa!!!! >____<
Enggak sabar juga bisa makan makanan laut yang segar-segar lagi. Ikaaaaaaan, betapa aku merindukan kaliaaaan! Hiks hiks :( . Enggak peduli deh biarpun di sana enggak punya mall yang besar-besar kayak di sini. 

Tunggu aku ya, Aceh! I'll be back, SOON! Aamiin.. :D

Rabu, 08 Oktober 2014

Secangkir Kopi HItam

Saat ini, aku tengah menikmati secangkir kopi hitam. Bukan beli dari warung kopi ternama Starbuck, atau Excelso, atau Kopitiam yang harga secangkirnya nembus lima puluh ribu rupiah. Tapi aku tengah menikmati kopi hitam khas Aceh, dikirim oleh orang tuaku minggu lalu. *mata berbinar-binar

Begitu buka bungkusnya, aroma kopinya langsung menyebar. Sluurrrp. Langsung ngences. hehe

ini dia, bubuk kopi aceh yang udah hampir 8 bulan ini amat sangat dirindukan >_<

Banyak merek, ada kopi Solong, ada kopi Gayo, ada kopi Tgk. Aceh. Waktu di sana, tiap ke warung kopi, (Aceh itu dunianya warung kopi, free wifi, tinggal duduk manis, pesan secangkir minuman, kue sebiji, udah bisa duduk berjam-jam menikmati wifi gratis :D), kalau enggak pesan es teh manis, pasti pesan segelas besar kopi hitam dingin. Oh betapa rindunya saat-saat seperti itu. 

nah, ini dia penampakan kopi hitam yang udah jadi :D

Rindunya udah di ubun-ubun. Dan waktu ibu mertua bilang kalau pertengahan tahun depan pulang ke Aceh sebentar minimal 6 bulan sebelum pindah lagi, itu rasanya bahagiaaaaaaa. Senyum lebar, sampai beliau geleng-geleng kepala sambil bilang "senang kali kalau udah mau pulang ke Aceh."

Aceh itu indah bukan main. Sepanjang jalan kenangan gunung lautan padang sawah terhampar di depan mata tanpa dibatasi dengan gedung-gedung tinggi. Apalagi perjalanan pulang ke rumah, menghadap gunung.

Berada di Aceh bagiku sama seperti menikmati secangkir kopi hitam saat ini. Bahagianya tiada tara. 

Rindu kampung halaman tercinta, Aceh.
Salam rindu dari Kota Sriwijaya, Palembang, 08 Oktober 2014.

Sabtu, 06 September 2014

Menjadi Istri Seorang Dokter, Itu Rasanya...

Barusan aja baca dari salah satu blog yang isinya curahan hati menjadi istri seorang dokter. Tiap kalimatnya ngena banget di aku nya. 

Benar adanya ketika menjadi istri seorang dokter, hal yang indah-indah sulit didapat tiap harinya. Harus pinter-pinter dari kitanya sebagai istri, juga harus ada kontribusi juga dari si suami. Kalau tidak, ya jangan harap bakal ada yang namanya bercanda-canda meskipun cuma sebentar. *tarik napas dalam-dalam.

Ketika menjadi istri seorang dokter, kita harus siap sama yang namanya janji jalan-jalan cuma jadi janji semata. Karena, bisa jadi ketika hari ini sang suami berjanji besok akan mengajak kita jalan-jalan, bisa jadi besoknya janji itu disinggungnya pun tidak gara-gara telat pulang dari rumah sakit, sampai rumah lebih senang liat kasur dan bantal atau sampai rumah langsung nyentuh kerjaan lagi, bergadang, enggak pindah-pindah dari kursinya. Dan kita, cuma bisa duduk terdiam. *ah, itu sudah biasa.

Ketika menjadi istri seorang dokter, kita harus siap jadi pendengar paling setia. Tiap bicara apaaa aja, pasti ujung-ujungnya nyambung ke masalah di rumah sakit, pasien-pasien gawat darurat yang ini, yang itu. Kadang harus berani buat bilang "Kita lagi senang-senang deh kayaknya, Sayang. Cerita rumah sakit nanti-nanti aja ya." *sekali lagi, ah, itu sudah biasa.

Ketika menjadi istri seorang dokter, harus tahan cemburu. Itu salah satu point penting. Kenapa? Karena, mau atau tidak mau, terima atau tidak, rekan perempuan sejawat suami, sebagian besar cantik-cantik, modis-modis (meskipun bau rumah sakit juga), dan agak-agak genit (sering liat, bukan khayalan semata). Dan dengan merekalah sang suami lebih banyak menghabiskan waktunya, terutama jika sedang jadwal jaga di rumah sakit. Kalau saya sih, biar enggak berpikiran aneh-aneh, suka tidur cepat. *edisi menghibur diri dan hati, ahaha.

Ketika menjadi istri seorang dokter, yang namanya jalan-jalan pada malam minggu itu sangat jarang. Jangankan malam minggu, malam-malam biasa aja kita harus hati-hati kalau mau mengajaknya keluar. Harus ada pengertian, harus tekan rasa sedih ketika ajakan kita ditolaknya dengan kalimat, "Besok aja ya, lelah sekali rasanya, pingin istirahat." atau "Besok aja boleh? Masih ada kerjaan". Sedangkan terkadang sudah seminggu lebih kita tidak diajaknya keluar. Palingan cuma ke depan komplek buat ke photo copy. :)

Tapi benar adanya, bahagia itu luas. Bagaimanapun dukanya menjadi istri seorang dokter, selalu ada bahagianya. Ketika ia membiarkan kita tertidur pulas dalam pelukannya. Ketika ia memberikan senyuman terindahnya hanya untuk kita. Ketika ia selalu memberikan kecupan manisnya untuk kita kapanpun (kecuali di depan orang lain :D). Dan rasa bahagia itu tidak bisa kita lukis dengan kata-kata. 



Minggu, 27 Juli 2014

Lebaran di Perantauan

Happy Ied Mubarak.. !
Mohon maaf lahir dan batin.

Tahun ini, tahun pertama berlebaran bersama suami, mengandeng jabatan sebagai istri. Banyak yg berubah, terutama ketika harus menarik tangan siapa untuk yang pertama kali. Kalau saat sebelum nikah, tangan pertama yang saya tarik adalah tangan mamak dan papa, kemudian kakak yang paling tua, abang ipar, kakak yang kedua, adik kesayangan, dan terakhir disalamin sama si botak ponakan tersayang. Rindu. Ketika malam takbiran nunggu papa pulang dari mesjid, setelah itu gantian cium tangan. Atau ketika pulang dari salat ied, gantian sungkeman sama mamak papa. 

Dan tahun ini, untuk pertama kalinya, tangan pertama yang saya tarik adalah tangan suami. Selalu diingatkan mamak "siap salat maghrib di malam takbiran, langsung tarik dan salam tangan suami, jangan bersalaman dengan orang lain dulu." Simpel sebenarnya ajaran mamak, tapi sangat berarti. 

Tahun ini pertama kalinya berlebaran di perantauan. Tidak bisa pulang, tidak bisa berkumpul seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya berdua, tidak ada orang tua, kakak adik, abang ipar ponakan, mertua, dan adik ipar. Semuanya berlebaran di Aceh, kampung halaman tercinta.Tapi ada keluarga tante dan nenek yang setidaknya mengusir sepi. 

Tahun ini pertama kalinya salat ied tidak di sebelah mamak dan kakak. Biasanya selalu gelayutan di bahu mamak saat sedang mendengar khutbah idul fitri di mesjid komplek rumah. 

Tahun ini pertama kalinya tidak berada di dapur. Biasanya selalu bagi kerjaan di dapur dengan kakak. Dan tadi si kakak bilang "terasa kali nggak ada kamu, dek. Biasanya kamu yang masak, kakak yang beres-beresin, ini gempor ngerjain sendiri." Mamak juga bilang, "mamak capek kali, nur. Biasanya ada kamu, kamu yang belanja, kamu yang bersih-bersihin ini itu, nyiapin dan nyuci ini itu untuk di masak, kamu juga yang masak." Lain lagi dengan si adek yang tahun ini terpaksa beli baju online karena nggak ada aku lagi yang biasanya temanin dia beli baju. Adakah yang lebih buat rindu dari segala apapun yang ada di keluarga? Jawabannya jelas tidak ada!

Sejak memasuki pekarangan mesjid tadi, sudah mulai air mata menggenang. Lebaran kali ini sangat sepi. Hanya bisa duduk di kamar, dan sebentar lagi tertidur.

Sekali lagi, mohon maaf lahir dan batin!

Sabtu, 05 Juli 2014

Rindu Itu..

Ada satu hal yang aku ajukan kepada imamku ketika ia sedang melantunkan ayat-ayat indah Al-Qur'an, maghrib tadi. Dan aku tahu, ketika aku mengatakannya, kedua matanya terlihat memerah, dan ada sedikit air mata di sudut matanya. 

Aku mengatakan, aku rindu memeluk buah hati kami. Buah hati yang beberap bulan lalu telah kembali kepada Sang Pencipta sebelum kami sempat melihatnya. Sebelum aku sempat merasakan gerakannya menggelitik perutku.

Awalnya, sejak kejadian itu, kami berencana untuk menunda menimang buah hati sampai suamiku selesai bertugas di kota ini dan kami kembali ke Aceh. Banyak hal yang menjadi pertimbangan, salah satunya ketakutannya tidak mempunyai waktu yang banyak untuk menemaniku di rumah karena harus sering berada di tempatnya berkerja. Ia takut tidak bisa menjadi suami siaga untukku.

Tapi entah mengapa, beberapa hari ini aku merasakan rindu teramat sangat dengan suara tangisan bayi. Aku membayangkan di rumah ini, di kamar kami, ada buah hati kami yang tengah terlelap di tengah-tengah kami setelah lelah bermain. 

Entahlah..
Betapa aku merindukannya, padahal aku belum pernah merasakannya, kecuali saat aku merawat keponakanku sendiri dari tubuhnya masih merah sampai waktu aku meninggalkannya 4 bulan lalu untuk berada di sini. Ketika merawatnya saja aku begitu bahagia, bagaimana jika yang aku rawat adalah buah hatiku sendiri? Sudah pasti akan lebih sangat membahagiakan. 

Pernah ku katakan kepada tante bahwa kami akan menunda sampai pertengahan tahun depan nanti, namun beliau mengatakan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberikan rejeki itu, kapanpun Ia mau. Awalnya aku ngeyel. Namun sekarang aku tahu, baru aku rasakan. Rasanya seperti ada space yang kosong. Bukan, bukan kosong di antara aku dan suamiku, tapi kosong karena betapa rindu ini teramat sangat mengusik hati kami.

Aku mempunyai suami, imam yang begitu sempurna untukku. Dan akan betapa bertambah sempurnanya hidupku jika Allah kembali mengijinkanku untuk bisa memiliki buah hati kami yang selalu kami rindukan.

Rabbi.. Aku melihat air mata itu di kedua mata suamiku. Dan kutahan pula air mataku ketika ia memelukku.

Jumat, 30 Mei 2014

Ingin Pulang..

Ingin pulang, ke pelukan ibu, ibu kandung, yang tidak pernah sedetikpun hilang rasa hangat dan nyaman tulusnya..
Ingin pulang, ke pelukan ayah, ayah kandung, yang tidak pernah ada kata berpura-pura mengerti dan perhatian..

Aku rindu, rindu dengan sentuhan lembut ibu yang selalu menemani di tiap tidurku..
Aku rindu, rindu dengan kecup sayang ayah di kening ini di balik nasihatnya di tiap keputusasaanku..

Aku rindu.. Aku ingin pulang..

Minggu, 25 Mei 2014

Aku Mencintai Suamiku..

Dia lelaki muda. Masih sangat muda. Pernikahan kami terjadi di usianya yang baru dua puluh tiga tahun. Dan usiaku yang sembilan bulan lebih tua darinya. Tapi hati, jiwa dan pikirannya tidaklah muda. 

Dia lelaki muda. Masih sangat muda. Setiap hari, setiap pulang dari tempatnya menuntut ilmu, atau setiap ia merasa lelah menghadapi tugas yang kadang tak kunjung usai, ia selalu bergelayut manja di sampingku.Meletakkan tanganku di atas kepalanya, tanda bahwa ia minta kepalanya diusap olehku.

Aku mencintai suamiku.
Sekilas, dia tidak gagah, tidak berotot seperti model kelas dunia. Dia juga tidak setampan seperti bintang film paling terkenal dan digandrungi para kaum hawa. Dia tidak seperti itu.

Dia hanya lelaki yang selalu mencium keningku dengan lembut setiap selesai shalat dan setiap ia akan meninggalkanku menuju cita-citanya. Dia hanya lelaki dengan suara yang sangat merdu saat menjadi imam shalatku. Dia hanya lelaki yang fasih membaca ayat-ayat indah Al-Qur'an. Dia memang tidak sesempurna Muhammad. Tetapi Allah menjadikannya sempurna untukku. Untuk menjadi imamku, pelindungku, penopangku disaat rapuh, penyemangatku, pelipur laraku. 

Hatinya sangat lembut. Ia akan terus mendekapku saat isak tangis mulai terdengar dari bibirku. Ia akan terus mendekapku saat air mata mengalir deras di kedua pipiku. Tatapannya teduh. Tutur bahasanya lembut menenangkan. Sesekali ia tak segan menampakkan air matanya yang juga ikut mengalir pelan. 

Allah memberikan kami kebahagiaan. Kebahagiaan berupa ujian. Ujian yang sangat indah. Sangat mahal harganya. Dan Allah telah memberikan kami cinta yang saling menguatkan. 

Aku mencintai suamiku, untuk kesekian kalinya.
Ketika ia berkata "Cinta dan kasih sayang yang aku berikan tidaklah setengahnya dari yang telah orang tuamu berikan. Namun, yakinlah, aku tidak akan pernah membuatmu merasa kekurangan cinta dan kasih sayang itu selama kamu mengijinkan, dan Allah merestui."

Suamiku, aku mencintaimu..

Senin, 21 April 2014

The 2nd Month!

Alhamdulillah, tepat hari ini usia pernikahan aku dan suami di bulan kedua, memasuki bulan ketiga. 22 Pebruari kemarin ijab yang diucapkan papa, disambut qabul dengan lantang namun tenang oleh laki-laki yang sekarang sudah sah menjadi suami serta imamku, Hasbiallah Yusuf, sampai akhir hayat kami, Insya Allah.

Masih sangat ingat bagaimana persiapan yang kami lakukan lima bulan menjelang hari H kemarin. Lelah luar biasa. Bahkan aku sempat mengalami stress ringan. Nggak bisa tidur, karena pikiran terus gerak memikirkan bagaimana ini bagaimana itu. Sering ribut dengan Hasbi yang saat itu sedang melanjutkan studi di Palembang.
Selama lima bulan itu, aku berkutat mengurus ini itu. Sampai sering lupa mandi waktu pergi kesana kemari. Putri, Syahri, Haikal, dan Yuli, setia 'mendampingi' ku dari pikiran ku masih waras, sampai akhirnya hampir kribo. Nongkrong di sebuah kafe gaul atau di pinggir jalan sambil menikmati es kelapa muda di daerah Lampienung sudah jadi rutinitas hampir tiap hari, tetap dengan keadaan lusuh. Dan aku masih sangat ingat perkataan Putri waktu itu "Aku curiga, jangan-jangan si nurul ini lupa untuk perawatan" mengingat waktu itu hanya tinggal sebulan lagi menuju hari H, dan aku masih kelayapan kesana kemari dengan keadaan tidak mandi! 

Aah, semua kejadian lima bulan menjelang itu terbayar lunas, tuntas bahkan lebih saat semua prosesi, dari jam 5 pagi aku harus ke tempat bidan pengantin, tepat jam 8 nya ijab qabul di Mesjid Raya Baiturrahman, dan dilanjutkan dengan resepsi di gedung. Speechless, terharu, dan terselip rasa bangga saat melihat pelaminan Aceh yang berdiri megah. 

Pelaminan Aceh 


mereka yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik :)

Daan, tadaaa.... 

Itu adalah hadiah terindah monthanniversarry kami yang kedua ini. Alhamdulillah Ya Allah. Gambarnya diambil suami dengan tangan gemetar, tanggal 10 kemarin. Langsung kirim photo ini ke ibu mertua yang dokter kandungan, dan suami langsung peluk guling waktu ayahnya bilang "semoga nurul dan cucu ayah umi sehat. ayah umi akan jadi abusyik dan misyik (baca: kakek dan nenek), alhamdulillah." 

Tesnya iseng-iseng waktu itu. Seminggu belakangan sebelum coba tes, badan meriang terus, kepala sakitnya luar biasa. Suami sempat cemas, dan berencana bawa aku ke rumah sakit buat check up. Tapi aku nya ngeyel, ngotot nggak mau pergi dan bilang kalau paling cuma pusing biasa. Biarpun suka nggak sanggup tahan kalau udah kumat sakit kepala dan meriangnya. 

Pas malam tanggal 10 itu, siap maghrib aku dan suami keluar menuju Hotel Arya Duta, jemput kakakku yang kedua, Kak Dhani, yang waktu itu sedang ada rapat kerja di Palembang. Keluar, makan-makan, jalan-jalan ke Benteng Kuto Besak, liat Jembatan Ampera dari bawah dengan lampunya yang ganti warna warni, dan terakhir jalan di atas Jembatan Ampera sampai Stadion yang beberap waktu lalu jadi tempat diselengarakannya PON (yang keberapa lupa), setelah itu langsung antar Kak Dhani balik ke hotel, kemudian aku dan suami pulang ke rumah.

Sampai di rumah, aku ke kamar mandi dan iseng bawa testpack yang udah dibeli pas pergi tadi. Diam, gemetar waktu nunggu hasilnya keluar. Waktu nampak garis kedua dengan warna suram, gemetaran aku panggil suami dan langsung serahin stik tesnya. Langsung di photo suami buat dikirim ke orang tuanya untuk tau hasilnya, dan Alhamdulillah benar aku positif. Aku hamil! >_<

Suami salah tingkah. Senyum-senyum sendiri, peluk guling, mondar mandir di kamar. and he said "Alhamdulillah. Terima kasih, sayang. Masih belum percaya." :)

Dan sekarang aku sedang menikmati saat-saat mual, yang Alhamdulillah nggak terlalu hebat, pusing yang masih suka datang, pinggang sakit, dan celana yang mulai pada nggak muat lagi, harus pinjam celana adik ipar, yang dia bilang dengan "Ini memang celana hamil, kak." Mamak kasih nasehat tiap hari, didoain Insya Allah selalu sehat. Diwanti-wanti untuk terus hati-hati. Oh, I miss you so much, mom! :(

Terima kasih Ya Allah. Engkau memberikan hadiah  terindah untukku untuk yang kesekian kalinya, yang tidak bisa lagi kuhitung jumlah dan nikmatnya..